Akselerasi or Acceleration
Blog ini menyediakan berita-berita tentang kelas akselerasi yang menurut sebagian orang sangat "wah". Sebenarnya kelas aksel tidaklah yang seperti kita bayangkan, anak-anak yang pandai, kreatif, cerdas, dan sebagainya. Kita harus lebih memperhatikan psikologis anak-anak aksel dimana mereka seperti kehilangan hidup mereka. Hidup mereka hanya diisi dengan belajar dan belajar. Mari kita tengok realita yang ada.

Target Akselerasi Pendidikan Dihadang Banyak Masalah

By wizardxboy

BANDUNG, (PR).-
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Iwan Hermawan, pesimistis program akselerasi pendidikan di Jawa Barat terlaksana sesuai target. Menurut Iwan, program akselerasi di Jawa Barat menghadapi berbagai permasalahan yang akan menghambat tercapainya target IPM sebesar 80 pada 2010.

Hal ini diungkapkannya dalam diskusi publik “Membedah Persoalan Pendidikan Jawa Barat” di Aula Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Jumat (31/3). Dalam kesempatan ini, Iwan memaparkan enam masalah yang mengancam suksesnya program akselerasi pendidikan. Minimnya, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dinilai Iwan sebagai penyebab utama lambannya program ini.

Iwan berpendapat, APBD sektor pendidikan belum memenuhi tuntutan konstitusi, yaitu 20% dari APBD. Akibatnya, sumbangan pendidikan dari masyarakat jauh lebih besar daripada pemerintah. Hal ini juga menyebabkan masyarakat miskin masih harus menanggung biaya pendidikan yang mahal.

Penyebab lainnya adalah penyebaran pendidikan yang tidak merata. “Yang miskin masih bersekolah di sekolah miskin. Dengan anggaran sekolah yang minim, fasilitas minim, kapan mereka bisa maju?” katanya. Sementara itu, kebanyakan anak orang mampu bersekolah di sekolah yang tergolong elit dan bagus.

Dia menilai, pemerintah daerah masih belum adil dalam memberikan subsidi kepada sekolah. “Sekolah miskin subsidinya kecil, sedangkan sekolah yang kaya mendapat subsidi banyak, karena pemerintah melihat dari anggaran sekolahnya,” ungkapnya.

Iwan juga menilai kebijakan pemerintah melakukan ujian nasional (UN) tidak adil. Ujian nasional adalah standar kelulusan nasional. Padahal, disparitas sekolah masih tinggi. Sekolah di kota kualitasnya tidak bisa disamakan dengan sekolah pinggiran, sebab fasilitasnya pasti berbeda.

Selain itu, anggaran yang berbeda membuat sekolah di pinggiran tidak akan bisa mengejar sekolah unggulan di kota. Dengan begitu, standar kelulusannya pun tidak bisa disamaratakan. “Startnya saja tidak sama, bagaimana sampai ke finishnya bisa sama?” katanya.

Siswa juga masih dijejali mata pelajaran yang belum tentu sesuai dengan kebutuhannya. “Semua mata pelajaran itu penting, tapi belum tentu sesuai dengan kebutuhan siswa,” ujarnya. Hasilnya, banyak mata pelajaran yang diberikan kepada siswa, tetapi siswa malah tidak mengerti semua yang didapatnya.

Untuk menghadapi hambatan itu, Disdik Jabar mengambil kebijakan, di antaranya memberikan subsidi kepada siswa dari keluarga kurang mampu. Kartu bebas biaya sekolah (KBBS) dinilai Kepala Subdinas Pendidikan Dasar, Bambang Sutrisno, telah menaikkan angka partisipasi murni (APM) Jabar.

Menurut dia, APM tahun 2004 hanya 59, tetapi dengan adanya KBBS, tahun 2005 naik menjadi 66,19. “Ini kenaikan terbesar yang pernah dialami oleh Jabar,” ujarnya.

Dia juga mengakui, Disdik Jabar harus kerja ekstra keras untuk mencapai APM 78 pada tahun 2006 ini. Diharapkan, peluncuran KBBS, bantuan gubernur untuk siswa (Bagus), dan subsidi lain dari pemerintah dapat mengatrol kenaikan APM.
 

0 comments so far.

Something to say?