Kelas Akselerasi Lebih Mahal
Jakarta - Para murid kelas akselerasi membayar lebih mahal ketimbang mereka yang belajar di kelas reguler. Kondisi ini berbeda dengan negara lain, seperti Singapura yang justru memberikan beasiswa bagi anak cerdas berbakat dan kelanjutan pendidikan mereka diperhatikan pemerintah.
Berdasarkan pemantauan pada Sabtu (24/11), murid kelas XII akselerasi di SMAN 70 Jakarta, misalnya, dikenakan iuran sekolah Rp 350.000 per bulan. Jumlah tersebut lebih tinggi sekitar Rp 100.000 dibandingkan dengan iuran murid kelas reguler.
Koordinator program percepatan atau akselerasi SMAN 70, Risda Wahab, mengatakan, keputusan mengenai iuran tersebut diputuskan oleh komite sekolah dan orangtua murid akselerasi. “Karena waktu pendidikan dipercepat, orangtua mengambil kebijakan untuk menambah sumbangan dan sifatnya sukarela. Sekolah tidak menentukan,” ujarnya.
Di SMP 19 Jakarta, awalnya sekolah mematok uang sumbangan pendidikan Rp 5 juta khusus untuk kelas akselerasi. Jumlah itu lebih besar Rp 2 juta dari kelas reguler yang standar minimumnya Rp 3 juta. Namun, dalam praktiknya, sekolah memberikan sejumlah keringanan kepada siswa berpotensi, tetapi kurang mampu secara ekonomi.
“Bagi saya tidak masalah. Apalagi fasilitas sekolahnya bagus dan anak saya akan bisa lulus lebih cepat,” kata Iis (40), orangtua murid kelas akselerasi di SMP 19 Jakarta.
Sementara itu, di sekolah lain, Wakil Kepala SMP 115 Jakarta Lily Handasah mengatakan, di kelas akselerasi orangtua murid membentuk komite kelas yang bersedia memfasilitasi segala kebutuhan kelas tersebut. Sampai saat ini, orangtua murid telah memberikan satu LCD proyektor sebagai fasilitas tambahan di kelas.
Ada kritik
Meski demikian, ada sejumlah kritik yang dilontarkan terhadap penyelenggaraan kelas akselerasi. Rachmat W Adi, Ketua Yayasan Adhi Purusa (Perkumpulan Orang Tua Anak Cerdas Istimewa), di Jakarta mengatakan, kelas akselerasi yang ada sekarang ini cuma pemadatan waktu sehingga anak cerdas istimewa bisa menyelesaikan pendidikan lebih cepat. “Pendidikan seperti ini tidak merangsang anak untuk bisa mengenali potensinya dan bersosialisasi,” kata Rachmat.
Julia Maria van Tiel, pembina mailinglist orangtua anak cerdas istimewa, mengatakan, di dunia kelas akselerasi mulai ditinggalkan. Pendidikan untuk anak cerdas istimewa kini semakin mengarah ke inklusif, agar anak bisa bersosialisasi dan menghargai keberagaman. (Kompas)